Terlambat Sekolah
Fajar
telah menyingsing, Sinar matahari pun sudah cukup tinggi seraya membangunkan
tubuh yang telah terlelap. Aku coba membuka mata, bangun, dan duduk sebentar
diatas ranjang kayu, niatku untuk menghilangkan rasa pusing yang seakan ingin
membuatku tertidur kembali. Perlahan tapi pasti aku melawan rasa kantuk dan
malas yang melandaku. Penat raga ini, melakukan langkah yang hamper sama
disetiap pagi, bangun dan menuju tempat yang selalu menuntutku untuk menjadi
anak bangsa yang setia diri, bangsa, dan Negara. Entah sampai kapan teori ini
selalu merongrong di kepalaku.
Jarum
jam di dinding kamarku menunjukkan pukul 06.00 WIB. Wah, aku kesiangan. Aku
bergegas beranjak dari tempat tidurku dan segera berlari menuju ke kamar mandi.
Secepat mungkin aku mandi agar tidak terlambat sampai sekolah. Sepuluh menit
sudah berlalu, aku pun selesai mandi dan segera memakai seragam putih
abu-abuku. Dari dalam kamarku, aku dengar teriakan keras yang memecah gendang
telingaku. Bahkan kamarku seakan hancur oleh gemuruh suara itu. Cicak yang
tenang merayap di dinding bahkan sampai jatuh dari pegangannya. Aku sudah biasa
mendengar suara itu, yang sudah taka sing lagi ditelingaku. Ya, siapa lagi kalau
bukan ibuku yang sedan memanggil.
“Erwan….
Sudah siang… apa kamu tidak berangkat ke sekolah…!! Lihat jam di kamarmu, sudah
jam berapa sekarang….!!”
Sontak
aku menjawab. “Iya bu.. siap!”
Aku
segera bergegas meninggalkan rumah. Bergaya seperti tentara yang akan pergi ke
medan perang, aku menyusuri tepi jalan dengan langkah lebar dan epat
seolah-olah musuh besarku yang begitu banyak jumlahnya yang sedang memandangku
dan dengan sigap menyerangku. Yaah, musuh besarku tentulah waktu. Naas, nasibku
hari ini tak seberuntung hari-hari yang lain, kendaraan yang biasa aku naiki
setiap hari tidak ada satupun yang lewat. Lima belas menit sudah aku menunggu,
arlojiku tepat berada di angka 06.30. aku putus asa, ingin rasanya aku kembali
ke rumah dan tidak bersekolah hari ini. Tapi tak mungkin aku pulang, alas an
apa yang harus kukatan pada ibu. Aku paksakan untuk terus sabar menunggu.
Waktu
semakin berjalan, dari kejauhan aku lihat kendaran yang semakin mendekatiku.
Bukan kepalang senang hati ini, rasanya beban hati menunggu sudah luntur, “Wah,
itu kendaraan yang aku tunggu. “Tanpa ragu dan tak mau melewatkan kesempatan
ini, aku pun melambaikan tangan untuk menghentikan laju kendaraan itu. Segera
aku naik. Tanpa aku duga di dalam kendaraan aku bertemu Wahyu, temanku yang
bernasib sama sepertiku, kesiangan yang tidak pernah aku harapkan.
“Lho…,
kamu terlambat jua Yu?”
“Iya,
aku bangun kesiangan, semalam aku begadang sampai larut malam.” Jawab Wahyu.
“Ternyata
kita menalami nasib sial yang sama, ya Yu”.
Perjalanan
yang harus aku tempuh untuk sampai sekolah 30 menit. Roda kendaraan terus
berputar melawan arah jarum jam untuk membawaku sampai tujuan. Pukul 07.10
tepat aku dan Wahyu sampai depan pintu gerbang sekolah, padahal sekolah masuk
tepat pukul 07.00.
“Sial..! kita terlambat, pintu gerbang sudah ditutup!”
sontak suara yang dikeluarkan dari mulut temanku.
Di
depan pintu gerbang sudah menungu Pak Tasrun, seorang penjaga gerbang sekolah.
Dengan mata yang nyaris tidak berkedip dan kumis tebal yang seakan tak bisa
membiarkan bibirnya untuk tersenyum, membuat semua orang takut kepadanya. Detak
jantungku pun berdebar sangat kencang, hanya wajah takut dan kepala tertunduk
lesu yang bisa aku berikan di depan pak Tasrun. Bagaimana tidak, aku
seolah-olah harus berperang lagi, satu masalah sudah beres, tapi aku harus
menghadapi penjaga gerbang sekolah untuk masuk sekolah. Pak Tasrun bertanya
tanpa melepaskan pandangannya kepada kami.
“Kenapa
kalian terlambat?!” Kami pun terdiam melihat wajah galaknya itu.
“Alasan
apa yang membuat kalian terlambat?!”
“Kami
kesianan pak….” Jawab kami serempak dengan sedikit gemetar. Keringat dinginku
muncul, mengalir deras membanjiri seluruh tubuhku, gemetar megnhampiri diriku,
tak kuasa aku memandang pak Tasrun yang melotot.
“Tulis
nama kalian di buku hadir dan ambil surat izin masuk! Cepat“.
“Baik
pak”.
Tanpa
perlawanan sedikitpun aku pun mematuhi perintah dari pak Tasrun. Akhirnya aku
dan wahyu dapat masuk, dan segera menuju ke kelas. Pak Wono sudah berada di
dalam kelas. Pelajaran matematika pun sudah berlangsung selama 25 menit. Ku
ketuk pintu kelasku “tok..tok..tok!”
“Wah…
pagi benar kalian berangkat..,” sindir pak Wono
Sontak
membuat seisi ruang kelasku ramai. Semua teman menertawakan aku di depan kelas.
Pelajaran matematika yang semula menegangkan menjadi santai sejenak. Wajahku
berubah warna menjadi merah. Tak ingin rasanya terlambat lagi.
“Kalian
boleh mengikuti pelajaran ini asalkan
kalian bisa mengerjakan 1 soal yang saya berikan dengan benar” tegas pak Wono
“Baik
pak”
Perlahan
kami mulai menggoreskan kapur tulis di papan tulis untuk mengerjakan soal
tersebut . kami pun berhasil mengerjakan soal tersebut. Akhirnya kami
diperbolehkan duduk dan mengikuti pelajaran.
Sudah
8 jam aku belajar di sekolah hari ini. Tiba waktunya untuk pulang. Aku pun
pulang dengan wajah lesu dan lemas. Benar-benar hari ini sangat melelahkan.
Sembari berharap hari ini tak terulang lagi.













